Perjuangan yang sia-sia
3 tahun aku menunggunya menyatakan cinta kembali. Setelah
malam itu tepat dimana hari aku diwisuda, aku melontarkan kata yang
menyakitinya. Membuat Anis tidak pernah mengucapkan kata itu lagi kepadaku. 3
tahun kami bersama dalam Universitas, 2 tahun kami terpisah jarak
Indonesia-prancis ketika aku melanjutkan S2 ku, dan 1 tahun kami terpisah
Jakarta-Riau karena pekerjaan ku.
Kami mengenal semenjak aku menjadi mahasiswa Tingkat 3 dan
anis menjadi Maba. Aku masih ingat,Kami
saling kenal dan dekat karena kami sama-sama baru 6 bulan mengakhiri hubungan.
Yang mengahkiri dan mnyesal, itulah kami.
Namun berbeda dengan anis yang dalam setahun sudah dapat
melupakan mantannya dan mencintai ku. terang saja, mereka hanya beberapa bulan
pacaran. Sedangkan aku ? setahun lebih menjalin hubungan dan meninggalkannya
begitu saja membuat ku selama 2 tahun masih terbayang-bayang mantan ku yang ku
dengar setelah lulus akan menikah.
Anis sungguh memegang ucapannya
untuk mencintaiku dengan tulus, dengan atau tanpa perasaan cinta untuknya. 5
tahun lebih Anis tidak pernah menjalin kasih lagi dengan siapapun. aku
merasakan bahwa itu adalah pembuktian untukku bahwa dia masih mencintai ku. Selama
terpisah jarak terutama ketika aku di prancis, anis sering mengunjungi ku ketika
aku sakit. Ia selalu memberikan apa yang aku butuhkan dan hal itu membuat ku
semakin menyesal.
Apa anis dan
keluarganya akan menerima ku ?
4 tahun lalu aku telah menyakiti hati anis dan kini aku
ingin melamarnya ?
‘gua gak akan pernah bisa cinta sama lo, karna gue sayang lo
sebagai adik…kalo lo gak terima, lebih baik gue pergi menjauh dari lo..’
Aku telah menyakitinya dengan kata-kata itu. Namun , setelah
itu ia tidak berbalik membenciku justru ia selalu ada menemani ku dalam keadaan
sedih,susah, bahkan galau ketika mengetahui mantan yang sangat aku cintai akan
menikah. Ia selalu mencoba menghibur dan
menghawatirkan ku meskipun aku hanya sedikit lelah atau terluka hanya
seujung kuku. Setiap perhatian dan ketulusannya membuatku merasa menyesal telah
menyakitinya.
Kriiiing…
Alarm handphone ku berbunyi, terdapat penanda yang telah
kutandai semenjak beberapa minggu lalu bahwa saat ini aku seharusnya telah
melamar anis.
Namun waktu menunjukkan pukul 15.30 PM. Sudah dua kali aku
mondar-mandir musholah untuk melakukan sholat fardu dan sudah 2 jam aku di
bandara soekarno hatta. Selama itu pula handphone ku tak pernah jauh dari ku. Sudah
dua minggu gadis yang ku cintai itu tak pernah menghubungi/bisa dihubungi.
Semenjak seminggu yang lalu aku telah berusaha menghubungi atau memberi pesan
kepada adik dan mamanya, namun semua nihil. Aku menepati janjiku untuk kembali di hari ini
meskipun tanpa kabar dari nya. Di percakapan ku yang terakhir dengannya pun,
kami sepakat untuk bertemu hari ini. Ia berjanji untuk menjemputku di bandara.
Saat itu ia terdengar sangat senang hingga membuat suaranya cukup bergetar
seperti sedang menangis. Dan aku tahu,dia sangat merindukan ku. Apa mungkin dia
lupa ?
Tiba-tiba handphone ku bergetar dan langsung ku lihat pesan
apa yang masuk di handphone ku.
‘rudi ini gue fahrul..lo hari ini jadi ke Jakarta ?’
Aku berharap itu anis, namun ternyata itu fahrul teman
seperjuangan ku sewaktu aku menjadi BEM di kampus ku. Aku ingat bahwa malam ini
aku berjanji padanya untuk ikut berkumpul dengan anggota BEM Fakultas ku yang
sedang menjabat sekarang beserta alumninya.
‘iya rul. Lo bisa sekarang jemput gue ? gue udah di soetta.’
‘bisa..gue juga udah di soekarno hatta..(selama 6 tahun
kenal, mungkin udah saatnya untuk pertama kalinya gue inisiatif jemput lo. Sebut
saja ini kejutan)’
‘hahaha dari dulu kek. kan gue jadi bisa hemat bensin. Btw
makasih yaa gue terkejut banget.’
Kami saling berkomunikasi . Aku pun terus berjalan mencari
fahrul dan kurang dari 10 menit setelahnya aku telah menemukannya. Kami
langsung meluncur menuju kampus.
‘didiy…aku cinta kamu diy…’
“anis..”
“di…di..bangun…udah di kampus nih…jadi ikut sharing-sharing
gak ? malah ngigo…”
Ku buka mata ku dan mulai mengumpulkan kesadaran ku. Langit
yang sebelumnya ku lihat biru, kini telah berubah menjadi gelap. Ku lihat jam
di handphone ku menunjukkan pukul 18.38 pm. Aku pun turun dari mobil dan mulai
beriringan dengan fahrul menuju masjid kampus ku. Semua masih tampak sama,
hanya dekorasi tamannya yang telah berubah.
15 menit kemudian, kami telah bergabung dengan
pengurus-pengurus BEM tercinta ku ini. Seperti nostalgia, aku duduk di tempat
ini mengenang masa lalu. Aku yang sering rapat dan melakukan segala persiapan
untuk acara hingga larut malam dengan perasaan was-was tentang anis. Aku yang
selalu khawatir bagaimana ia pulang jika kegiatan yang ia lakukan membuatnya
masih di kampus hingga pukul 10 malam. Aku ingat, aku sering izin 20 menit
meninggalkan rapat atau terlambat ke beberapa rapat ketika aku menjabat sebagai
Ketua BEM demi menemui anis. Dari sekedar mengantarnya pulang hingga mengantarnya
kerumah sakit. Meskipun begitu, semua acara yang direncanakan Alhamdulillah
berjalan dengan baik. Sungguh masa-masa yang indah untuk dikenang. Dan kini,
aku bagikan dan ceritakan pada Junior ku.
“sebenernya gue ke Jakarta mau
ngelamar cewe”
Seusai pertemuan dengan
pengurus-pengurus BEM, aku meminta Fahrul mengantar ku ke suatu tempat.
Semenjak kami membuka pintu mobil, fahrul tidak berhenti bertanya. Melihat
fahrul yang semakin diam dan tidak perduli akan kehadiranku akhirnya niat ku
pun keluar begitu saja
“cewe yang mana ? emang selama 3 tahun ini lo pernah menetap
di Jakarta lagi ?”
“enggak rul..cewe yang dulu pernah gue kenalin ke lo waktu
gue jadi ketua BEM..”
Fahrul yang tidak pernah menoleh sedikit pun semenjak awal
pembicaraan ini karna mengemudi, tiba-tiba menoleh ke arah ku dengan wajah bingung.
“lo bilang waktu itu dia adik lo. jujur aja waktu itu
kenalan sama dia gue sempet ngalamin love at the first sight..dan itu pertama
kalinya gue ngeliat cewe langsung ada perasaan lebih..”
Aku meliriknya dengan tajam.
“sorry rudi bukan maksud gue..gue pikir dia beneran adik
lo..makanya waktu itu gue salaman sama dia lama banget Cuma buat nanya ke dia,
apa bener dia adik lo..”
Aku tersenyum kecut padanya
“iya ga apa-apa kok, waktu itu juga gue gak sadar kalo gue
cinta sama dia. Gue baru sadar setelah gue pergi ke prancis dan menetap
disana..”
“berarti pas kita ke gallery cemara buat liat hasil pameran
foto gue lo gaada rasa ? berarti gue gak salah dong waktu itu nyuruh lo ngajak
dia?”
Semenjak pembicaraan ini tentang Anis, fahrul menjadi sering
menatap ku. Antara ia sangat tertarik atau dia takut menyinggung ku, entahlah.
“selama kuliah gue gak pernah cinta sama dia. Gue hanya
menganggap adik gak lebih, meskipun dia cinta sama gue. Tapi lama kelamaan gue
sadar kalo hanya dia wanita tulus yang mau menerima, mendengarkan, nurut, dan
perhatian dengan tulus atas dasar sayang gue..bukan karna cinta yang maksa gue
cinta juga sama dia..”
Fahrul menarik nafas panjang sambil tetap melihat lurus ke
jalan raya.
“seharusnya lo beruntung lo dicintai seorang Anis..”
“maksud lo apa ? jadi lo suka sama dia sampe sekarang ?”
“bukan gitu di..kok jadi jelouse ke gue sii ?”
“yee bukan gitu. Tapi yang lagi lo omongin calon istri
gue..”
“yaudah..ganti topic aja..jangan baper…hahaha sekarang kemana
nih ?”
Sepanjang perjalanan aku hanya berbicara seperlunya pada
fahrul untuk menunjukkan arah rumah Anis.
“lo yakin gamau turun rul ?”
“gue ngantuk, mau tidur aja…nanti gue antar lo ke hotel kalo
urusan lo udah selesai…gue tunggu dimobil aja…”
ketika tiba saatnya aku masuk kerumah yang dulu sering aku
datangi, aku terdiam didepan pagar menatap kea rah jam tangan ku. sekarang
sudah pukul 21.08, apakah sopan bertamu
jam segini ?
‘nak rudi ?’
Suara yang tak asing itu terdengar dari balik gerbang.
“eh iya nek…”
“kenapa gak masuk ?”
“takut ganggu nek udah malem…”
Kini gerbang telah terbuka dan aku dapat menatap wajah
tuanya yang kelihatan sangat lelah.
“kamu gak pernah ganggu kami kok…kamu itu kan dari dulu udah
kami anggap keluarga sendiri…yuk masuk…”
Seperti pertama bertemu, nenek Anis sangat ramah pada ku.
aku dipersilahkan duduk di teras tempat aku biasa duduk berdua dengan Anis dan
tidak lama kemudian mengeluarkan minuman dan cemilan.
“Anis kemana nek ?”
Tiba-tiba Rendy adik Anis keluar dan menatapku dengan
tatapan yang aneh.
“nek…sinetronnya gak di tonton ? Rendy matiin ya TVnya ?”
“ehh jangan…yaudah nak Rudy..mbah masuk dulu yaa..”
“iya nek…jangan lupa istirahat…”
Nenek Anis pun masuk
ke dalam ruang tengah. Rendy mendekati ku dan berbisik.
“di…gue mau ngomong sama lo…ayo masuk…”
Rendy memaksa ku masuk ke dalam rumah dan mulai menggiring
ku ke sebuah kamar.
“lo mau ngapain si Ren ?”
“masuk cepet…!”
Kamar ini berlantai kayu dan ber dinding hijau. Ku perhatikan
sekelilingku dan terdapat banyak foto aku dan Anis dari zaman kami kuliah dulu.
Ku lihat di atas ranjang selimut yang sangat familiar untuk
ku tertata rapih. setelah ku ingat, selimut ini adalah kado ulang tahun pertama
yang aku berikan Anis.
“lo mau ngomong apa ren di kamar anis ?
Randy duduk diranjang,mulai menunduk dan menangis.
“Sebenernya Anis udah meninggal …dia sakit kanker sumsum
tulang belakang…”
“hahaha acting lo bagus…lo bercanda kan ? disini ada Anis
kan lagi sembunyi mau kasih kejutan ?”
Rendy memegang kedua bahu ku dan menatap ku dengan dalam
“Anis udah meninggal 10 hari yang lalu…sekarang nenek dan
mama lagi depresi. Mama umroh setelah 2
hari meninggalnya Anis dan nenek seperti lupa anak dan cucu kesayangan mereka
udah gaada... Cuma gue disini yang bisa kasih tau yang sebenernya sama lo…”
Aku menepis kedua tangan Rendy dari bahu ku.
“gak mungkin…2 minggu
yang lalu anis nelfon gue dia baik-baik aja…”
“dia bialng baik-baik aja, tapi hamper tiap malam dia nangis
kesakitan…lo inget waktu kita ke jakcloth dan dia ngeluh punggungnya sakit ? lo
inget berapa kali dia minta lo bawain tas nya ? itu karna dia gampang capek. lo inget berapa kali dia minta lo gandeng ?
itu karna dia takut tiba-tiba lumpuh. dan apa lo tau terakhir kali dia nelfon
lo dia nangis ? itu karna dia nahan sakit dan berpura-pura biasa..”
Aku hanya terduduk lemas pada lantai kayu itu mengingat
semuanya.
“lo tau dia cinta banget sama lo sampe sekarang dan lo
laki-laki pertama yang buat dia jatuh cinta…”
“darimana lo tau ?”
Rendy mengambil buku dikotak yang ada dibawah ranjang itu.
“Gue pernah baca buku ini…diary nya waktu SD dan isinya
semua ada nama lo...lo sadar gak si lo temen SD nya Anis dulu..meskipun kalian
gak pernah sekelas dan setelah SD kalian gak pernah satu sekolah atau ketemu
lagi, tapi yang selalu jadi menyemangat anis adalah lo…dan takdir mempertemukan
kalian lagi di universitas…saat itu Anis lagi tertarik belajar bisnis sampe dia
gak bisa kuliah selama 2 tahun makanya dia jadi maba pas lo tingkat 3..” Rendy
memberikan buku yang dia dapatkan dari sekotak barang itu.
“Selama itukah dia cinta sama gue ?”
“lebih dari yang lo tau di…lo selalu jadi little prince-nya
yang buat dia semangat jalani hidup..”
Ku tutup buku diary itu dan mulai memutar-mutar bola mata ku
yang sudah banjir tergenang air mata.
“sebenernya gue dating ke Jakarta hanya untuk melamar Anis…tapi
kayaknya sia-sia…”